Kesenian Jatilan (Kuda Lumping) dalam Perspektif Agama


Jatilan atau Kuda Lumping atau Jaranan menjadi salah satu kesenian tarian tradisional Jawa yang menampilkan sekelompok prajurit sedang menunggangi kuda. Kesenian ini berbentuk tarian menggunakan kuda yang terbuat dari anyaman bambu dan dibentuk menyerupai kuda.

Kesenian Jatilan (Kuda Lumping atau Jaranan)
Kesenian Jatilan (Kuda Lumping atau Jaranan) 

Beragam atraksi disuguhkan dalam pertunjukan seperti atraksi kekebalan tubuh terhadap pecutan,kesurupan, kekuatan magis, dan atraksi memakan pecahan kaca (beling). Tarian ini berasal dari Indonesia tepatnya dari pulau jawa, namun kesenian jatilan juga diwariskan orang Jawa yang menetap di Sumatra dan pulau lainnya.

Kesenian Jatilan (Kuda Lumping atau Jaranan)
Kesenian Jatilan (Kuda Lumping atau Jaranan), Saat-saat pemain memakan lampu
Pakar Budaya dan Sejarah Nusantara, Agus Sunyoto menyatakan jika Jatilan atau Kuda Lumping atau Jaranan adalah kesenian yang lahir pada masa peralihan zaman Hindu ke Islam, di mana kesenian Kuda Kepang dipakai sebagai sarana dakwah oleh Sunan Ngudung. Kesenian Jatilan atau Kuda Lumping atau Jaranan dalam pertunjukannya seringkali dipadukan dengan seni tari  Reog, Bujangg Anong, Pentul, dan Tembem dikembangkan raja muslim Bathara Katong.


Semua kesenian itu dipertunjukkan semata-mata untuk mengumpulkan orang dan mengenalkan agama Islam. Dengan demikian, janganlah tergesa-gesa menyatakan jika  kesenian Kuda Lumping dianggap seni syirik dan bukan warisan agama Islam. Menurut al-faqir, sesuatu yang berkembang di masyarakat khususnya adat tradisi  selama dalam konteks tidak menjerumuskan ke dalam kekufuran dan tidak membahayakan dirinya, hanya semata melestarikan budaya maka hukumnya diperbolehkan.


Adapun jika kesenian tidak sesuai dengan syariat agama maka perlu kita edukasi secara kekeluargaan agar generasi muda dan masyarakat tidak menyalah artikan tradisi yang ada. Ketika ada permasalahan yang  masuk  ke dalam ranah masyarakat, dahulu para Waliyullah menerapkan Fiqhud Dakwah, ajaran Islam disesuakani dengan kondisi masyarakat dan diterapkan secara lentur, tanpa ada kekerasan. Dengan demikian para Wali Songo dan Muballigh mengembangkan agama Islam secara bertahap-tahap (tadrijy).

Dengan demikian, untuk menentukan hukum kesenian Jatilan atau Kuda Lumping atau Jaranan harus ditafsil (diperinci) pertama, Jika wasilah untuk menjadikan orang kesurupan itu mengandung kekufuran maka hukumnya kufur. Kedua, Jika jampi-jampi atau doa-doa amalan berupa hal-hal yang haram maka hukumnya haram. ketiga, dilihat dari dampaknya, Jika Jaran Kepang memiliki dampak negatif atau membahayakan orang lain dan dirinya sendiri maka hukumnya haram. Jika tidak berbahaya, maka hukumnya boleh. (al-Fiqh’ala Al-Madzahib al-Arba’ah, 5/460-461)

Sumber : Artikel Tebu Ireng

0 Response to "Kesenian Jatilan (Kuda Lumping) dalam Perspektif Agama"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel

loading...