Kesenian Jatilan (Kuda Lumping) dalam Perspektif Agama
02:40
Add Comment
Jatilan atau Kuda Lumping atau Jaranan menjadi salah satu kesenian
tarian tradisional Jawa yang menampilkan sekelompok prajurit sedang menunggangi
kuda. Kesenian ini berbentuk tarian menggunakan kuda yang terbuat dari anyaman
bambu dan dibentuk menyerupai kuda.
Kesenian Jatilan (Kuda Lumping atau Jaranan) |
Beragam atraksi disuguhkan dalam pertunjukan seperti atraksi
kekebalan tubuh terhadap pecutan,kesurupan, kekuatan magis, dan atraksi memakan
pecahan kaca (beling). Tarian ini berasal dari Indonesia tepatnya dari pulau
jawa, namun kesenian jatilan juga diwariskan orang Jawa yang menetap di Sumatra
dan pulau lainnya.
Kesenian Jatilan (Kuda Lumping atau Jaranan), Saat-saat pemain memakan lampu |
Pakar Budaya dan Sejarah Nusantara, Agus Sunyoto menyatakan jika Jatilan
atau Kuda Lumping atau Jaranan adalah kesenian yang lahir pada masa peralihan
zaman Hindu ke Islam, di mana kesenian Kuda Kepang dipakai sebagai sarana
dakwah oleh Sunan Ngudung. Kesenian Jatilan atau Kuda Lumping atau Jaranan
dalam pertunjukannya seringkali dipadukan dengan seni tari Reog, Bujangg Anong, Pentul, dan Tembem
dikembangkan raja muslim Bathara Katong.
Semua kesenian itu dipertunjukkan semata-mata untuk mengumpulkan
orang dan mengenalkan agama Islam. Dengan demikian, janganlah tergesa-gesa
menyatakan jika kesenian Kuda Lumping
dianggap seni syirik dan bukan warisan agama Islam. Menurut al-faqir, sesuatu
yang berkembang di masyarakat khususnya adat tradisi selama dalam konteks tidak menjerumuskan ke
dalam kekufuran dan tidak membahayakan dirinya, hanya semata melestarikan
budaya maka hukumnya diperbolehkan.
Baca Juga : Reog Ponorogo dalam pengaruh mistisme
Adapun jika kesenian tidak sesuai dengan syariat agama maka perlu
kita edukasi secara kekeluargaan agar generasi muda dan masyarakat tidak
menyalah artikan tradisi yang ada. Ketika ada permasalahan yang masuk
ke dalam ranah masyarakat, dahulu para Waliyullah menerapkan Fiqhud
Dakwah, ajaran Islam disesuakani dengan kondisi masyarakat dan diterapkan
secara lentur, tanpa ada kekerasan. Dengan demikian para Wali Songo dan
Muballigh mengembangkan agama Islam secara bertahap-tahap (tadrijy).
Dengan demikian, untuk menentukan hukum kesenian Jatilan atau Kuda
Lumping atau Jaranan harus ditafsil (diperinci) pertama, Jika wasilah untuk
menjadikan orang kesurupan itu mengandung kekufuran maka hukumnya kufur. Kedua,
Jika jampi-jampi atau doa-doa amalan berupa hal-hal yang haram maka hukumnya
haram. ketiga, dilihat dari dampaknya, Jika Jaran Kepang memiliki dampak
negatif atau membahayakan orang lain dan dirinya sendiri maka hukumnya haram.
Jika tidak berbahaya, maka hukumnya boleh. (al-Fiqh’ala Al-Madzahib al-Arba’ah,
5/460-461)
0 Response to "Kesenian Jatilan (Kuda Lumping) dalam Perspektif Agama"
Post a Comment