Ketika Millenial Mengabaikan Kearifan
14:13
Add Comment
Ketika Millenial Mengabaikan Kearifan
Ketika Millenial Mengabaikan Kearifan |
Indonesia adalah
negara yang kaya baik alam, etnis, suku, budaya, adat, agama, bahasa, keindahan
panorama dan jutaan kekayaan lainnya. Bahkan kini bertambah lagi yaitu kekayaan pengamat (ekonomi, sosial, politik,
gender, dan lain-lain).
Banyaknya pengamat
memunginkan terjadinya perbedaan pendapat. Perbedaan adalah hal yang lumrah
jika dalam penyampaiannya dilakukan secara baik dan sopan. Kritik baik jika itu
diberikan sesuai dengan peraturan yang ada.
Era modern
atau tepatnya era milineal saat ini. Kritik tak hanya terbatas pada radio,
surat kabar dan reklame-reklame. Lebih canggih lagi, hanya dengan satu klik
ribuan/bahkan jutaan hingga milyaran orang dapat melihatnya dengan durasi sepersekian
detik.
Trend penggunaan
benda elektronik sampai detik ini mencuat tajam. Khususnya benda berukuran 3 –
5 inchi dengan ketebalan 2 – 4 cm, dimana dulunya adalah kebutuhan tersier kini
berubah menjadi kebutuhan primer. Ya.... itulah yang terjadi sekarang.
Munculnya barang
berukuran 3 – 5 inchi itu direspon cepat oleh berbagai perusahaan dunia untuk
saling berlomba-lomba membuat jaringan sosial yang mencakup dunia. Katanlah Youtube,
Twitter, Instagram, yang saat ini menjadi panggung ibadah sehari-hari kaum
millenial.
Berdasarkan
kutipan dari tekno.kompas.co.id tanggal 01 maret 2016 sebanyak 120 juta
penduduk Indonesia menggunakan mobile.
Dengan penggunaan jaringan sosial atau sosmed youtube 43% (menepati urutan pertama), dilanjut facebook, whatsapp, dan instagram.
Dengan banyaknya
pengguna sosmed, satu kiriman saja bisa langsung terlihat oleh jutaan orang. Hal
itu tentu akan menimbulkan sikap positif dan negatif. Positif karena kritik dan
tanggapan dengan baik dan negatif karena banyaknya hujatan dan cacian.
Sayangnya diera
yang katanya millenial banyak orang pandai menghujat dan memaki. Mudah terprofokasi
orang lain. Okelah, kalau benci atau menghujat orang dengan sendiri tidak
apa-apa. Susahnya jika mengajak orang lain untuk ikut serta membenci, menghujat
dan memaki.
Makian,
hujatan dan cacian dilancarkan kepada kekurangan anggota tubuh, kinerja, bahkan
urusan pribadi pun dibawa-bawa (dikutip dari buku K.H Cholil Bisri, 2008,
Menuju Ketenangan Batin).
Perbedaan pendapat
itu karunia Tuhan. Berbeda dengan hujatan, cacian dan celaan. K. H Cholil Bisri
mengatakan,”cacian dan makian adalah bisikan setan, dimana saja dan kapan saja
menyakitkan. Dia muncul karena adanya desakan emosi dan ketidakterimaan
lantaran diabaikan”.
Kita
sebagai kaum millenial yang melek pendidikan dan teknologi harus mampu mencari
data kebenaran tentang suatu hal. Jangan mudah untuk diprovokasi, dengan
sedikit data yang membenarkan itu. Perlu pencarian secara mendalam sebelum
membuat keputusan pribadi. Untuk konsumsi pribadi tidak apa, namun jangan
sampai analisis kita sebar bebas kepada orang lain yang belum tentu pasti
kebenarannya.
0 Response to "Ketika Millenial Mengabaikan Kearifan"
Post a Comment